new

Sunday, January 26, 2014

EPIC INTERNATIONAL CITY

Postingan kali ini bakalan bahas pengalaman ngebolang gue di kota international alias International City. Coba tebak, kota apakah yang dimaksud?

Jakarta? BUKAN
Bandung? BUKAN
Bukittinggi? BUKAN *ya kali, Bukittinggi :P

Oke, yang gue maksud adalah kota Mpek-Mpek, PALEMBANG!! Kota terbesar kedua di Sumatera setelah Medan ini memang besar. Namanya juga kota besar. Daaaan, yang paling gue demen, porsi mpek-mpek, tekwan, dan model disini juga besar. Dan dengan besar hati gue mulai petualangan gue ke kota ini dengan kena PHP teman seperjalanan.

Menurut rencana, gue dan dua temen, sebut saja Yunca dan Bellod akan melangkahkan kaki dan mengayunkan tangan ke Palembang pada tanggal 17 Januari kemaren. Berhubung keluarga si Bellod ada di Palembang, maka dengan segala hormat posisi guide kita pasrahkan ke pangkuan Bellod. Maka, dengan mantap Bellod bilang kalau kita akan berangkat dari Bukittinggi pada pukul 9, pagi. IYA, PAGI. Satu yang bikin males kalau janjian pagi di Bukittinggi, MANDI. Mandi pagi itu dingin bangeeet, apalagi yang baru datang dari kota panas seperti Padang #sok.

Nah, karena kita kuat dan semangat ngebolang yang udah melebihi semangat apapun, maka jam 8.30 gue sama Yunca udah duduk manis di loket bus. Informasi pentingnya adalah, loketnya masih SEPI PAKE BANGET. Awalnya kita nyantai aja, duduk manis di emperan depan loket sambil terus berterimakasih pada jaket yang untungnya nggak ketinggalan. Kita berdua menunggu si Bellod yang masih diatas bus Palembayan-Bukittinggi. Setelah sejam menunggu, akhirnya sabar itu habis juga, dengan mata berapi-api kita hubungi si Bellod.

"Bell, dima? Kok lamo? (Bell, dimana? Kok lama?)," Yunca bertanya dengan semangat bung Tomo saat zaman penjajahan.
"Yo, ko masih di matua a, bus barangkek jam 11 kok, santai. (Iya, gue masih di Matua, busnya berangkat jam 11 kok, santai aja),"  Bellod menjawab dengan santai.

Bellod KELEER, kita berdua merasa di PHP-in. (Dari jauh terdengar Ratu Sikumbang bernyanyi, Raso nyao, pulang ka badan...) Oke, abaikan.

Korban PHP Bellod


Masih emosi sama PHP-nya si Bell, tiba-tiba datang seorang Ibu, pakaiannya nggak lusuh-lusuh amat, pake tas, dan megang duit dua ribu.
"Nak, ada uang tiga ribu?" tanya si Ibu.
"Cuma ada seribu, bu," gue jawab karna uang kecilnya emang cuma ada segitu dikantong.
"Nggak, Ibu mau mintanya tiga ribu, temannya satu lagi ada nggak?" sepertinya si Ibu mulai malakin kita.
"Adanya cuma lima ribu, bu," jawab Yunca.
"Yaudah, bawa sini uang lima ribunya, Ibu balikin dua ribu," Si Ibu lantas mengambil uang lima ribunya dan balikin dua ribu daaaann melengos pergi. Gue sama Yunca masih terbengong bengong, nggak tau mau komentar apa.
"Ne, kita dipalakin ne," ucap Yunca setelah kita bengong sampe nge-ces.
"Iya Yunca, percuma kita kuliah didikan militer sama Pak Hamzah ya," jawab gue masih bengong aja.

Setelah beberapa lama, IYA, BEBERAPA LAMA. Akhirnya penampakan Bellod pun semakin nyata. Dengan senyum Onta dia turun dari bus dan bilang, "Are you ready, guys?".
"Ready?? Udah dari shubuh BEELLLL," dengan harmonisasi ala JKT 48 gue ama Yunca teriak-teriak di depan loket bus.

 Finally, kita naik bus juga. Entah sebagai pelampiasan karena di PHP atau karena bahagia sudah mem-PHP, Yunca dan Bellod membeli semua jajanan yang di jaja-in di atas bus. Gue yang pada dasarnya nggak suka jajan #eaaa #pencitraan terpaksa ikutan jajan. Dan kebodoran berikutnya terjadi di terminal bus Solok. Seorang Ibu-ibu paruh baya, sebut aja Ibu Bika menjajakan Bika panggang. Karena penasaran dengan apa itu Bika Panggang, Yunca membeli satu, sebut aja itu sebagai tester. 

"Harganya satu dua ribu, nak," kata si Ibu sembari mengambilkan Bika panggang untuk Yunca. Maka, melayanglah uang dua ribu ke kantong si Ibu. Sampai disini kita nggak ngerasa ada yang aneh. Si Ibu melanjutkan perdagangannya ke bangku depan.

"Bika panggangnya, Pak, satunya seribu," tawar si Ibu pada seorang Bapak-bapak bersorban di bangku depan. Kita bertiga kembali bengong. Bukannya tadi harganya dua ribu? kenapa secepat petus kilat berubah jadi seribu? Kita merasa dibohongi. Sebagai anak ekonomi gue menyimpulkan begini:

"Kenaikan harga jajanan di atas bus berbanding lurus dengan sisa waktu mangkal bus di terminal." Semakin sedikit waktu yang diberikan supir, maka semakin murah harga makanan yang ditawarkan, daripada tidak ada yang beli, mungkin.

Keesokan harinya, kita mendarat juga di Palembang, kota yang berpenduduk 1,7 juta orang dengan kepadatan penduduk 4.800 per km² ini ternyata panas juga. Tambah panas lagi melihat dimana-mana banyak poster caleg dengan foto hasil photoshop profesional tertempel di setiap penjuru. Yah, namanya juga usaha. Pffftt.

Selanjutnya kita bertiga dijemput sama Om-nya Bellod ke terminal. Sekitar sejam-an, nyampe juga di rumah tantenya Bellod, kalau nggak salah di daerah Perumnas. Coba tebak, kejutan apa lagi disini? Ternyata keluarga besar Bellod banyak di Palembang DAAAANNN SEMUANYA PADA PUNYA RUMAH MAKAN PADANG. MAKA NIKMAT JALAN-JALAN MANA LAGI YANG KAMU RAGUKAN? #ups hahaha Selama di Palembang kita mendapat asupan gizi lebih dari asupan gizi bayi baru lahir.

Esoknya kita jalan ke Indralaya. Itu, kampusnya Univ Sriwijaya. Orang tuanya Bellod jualan nasi Padang di depan kampus Unsri itu. Maka dengan niat numpang tidur, numpang makan dan mau jalan-jalan ke Unsri, kita nyampe di sana siang, jam 12-an. Gue baru sadar, ini kota debunya lebih dahsyat dari lagu Butiran Debu. Jujur, entah gue aja karna belum terbiasa, debunya bikin nafas sesak #serius. Lalu, bagaimana dengan kampus Unsri? Kita rame-rame kesana, gue, Yunca, Bellod, serta Kiki dan Akbar (adeknya Bellod).Komen gue, kampusnya kece, adem, bersih, tapi ada beberapa sudut gelap yang serem juga.


Nah lanjut, ceritanya pada hari Senin, kita bertiga udah rencana mau jalan-jalan seputaran Jaka Baring dan lanjut ke Ampera. Kita mulai jalan dari Indralaya, kan kita numpang di rumah orang tuanya Bellod. Belum puas ngebolangnya, tiba-tiba gue di-pipis-i langit di atas ampera. UJAAAAN. Maka kita lari-larian ngejar bus kota dan mendarat di salah satu mall. Kecenya, kita berteduh di bioskop.

Berita kampretnya, selama film berlangsung, Bellod udah duluan ceritain ending filmnya. GREGET pengen tabok Bellod. Kita nonton film Tenggelamnya Kapan Panderwik (gue nggak ingat spelling-nya gimana). Film ini nyeritain si Zainuddin yang bukan orang Minang tidak dibolehin nikah sama Hayati, gadis minang asli. Kalau mau tau endingnya, tanya Bellod. Hahaha

Habis nonton kta pulangnya kemalaman. Naik angkot yang isinya emak-emak semua. Nah, dari kursi depan kita mendengar ibu-ibu dibelakang ngomong bahasa minang. Yunca dengan sotoynya bilang ke Ibu-ibu itu, "Urang Padang, buk?". Dengan logat Pariaman yang kental si Ibu menjawab, "Iyo nak, Ibuk ughang Piaman (iya nak, Ibu dari Pariaman)" maka gue langsung kangen sama sala, makanan khas Pariaman. Maka panjanglah cerita kita dengan si Ibu di angkot. Seorang Ibu disamping gue ternyata orang Palembang bersuamikan orang Padang. Dengan bangga Ibu itu ngomong, "Saya suka Rendang, dia suka Mpek-mpek, nggak masalah kan?", jadi anggap aja itu angkot isinya Minang semua.

Si Ibu orang Pariaman duluan turun dari kita. Kondisi angkot yang jendelanya rendah banget, bikin susah liat keluar, menyusahkan si Ibu untuk liat tempat pemberhentiannya. Nambahin kesel, si sopir angkot juga agak budeg dikit. Karena keselnya udah maximal, si Ibu mengumpat dengan logat Pariaman yang semanis Sala, "Angkot Kanciang, Sopir ele," yang artinya kira-kira "angkot kece, sopir ganteng" Hahaha. Ya kali..

Karena telinga gue udah lama nggak denger umpatan demikian, apalagi ini bukan di Padang, sontak kita bertiga ngakak, parahnya udah 3 jam masih aja ketawa.

Sebelum pulang ke Bukittinggi, kita nyempetin buat berketek-ketek ke Pulau Kemaro. Disana ada kuil gitu. Keren BEUD. Dengan cool-nya gue naik ketek dan duduk di depan, tanpa tau apa yang terjadi dibelakang. TERNYATA BELLOD CEMAS TINGKAT INTERNATIONAL KARENA NGGAK BISA BERENANG. Gue sebenarnya juga nggak bisa berenang, kalau keteknya karam satu-satunya cara ya gue bakalan minum air sungai Musi sampe kering biar nggak kelelep.
Diluarnya narsis aja, dalamnya ketar-ketir, takut kelelep.



Setelah beberapa hari, akhirnya kita diusir juga dari Palembang. Tepatnya mengusirkan diri sendiri. hahaha Bellod bilang busnya akan berangkat jam 11. Maka kita jam setengah 10 udah siap buat berangkat. Tapi lagi lagi hobi PHP Bellod kambuh lagi. TERNYATA BUS BERANGKAT JAM 10.  DAN BUAT KE LOKET BUS MEMBUTUHKAN WAKTU 1 JAM-AN. Maka sempat pupus juga harapan untuk pulang hari itu. Tapi tidak tau kenapa, gue sama Yunca ngotot mau pulang. Sekali lagi, kita ngerepotin oomnya Bellod. Kita Kejar itu bus. Gue berasa dalam adegan film Fast to Furious dan kayak lagi main PS balapa gitu. Ngeri juga nih Oom-nya Bellod. Akhirnya kita dapat bus itu juga (soundtrack : Afgan-Bus pasti bertemu #eh)


Gue nyampe rumah pada Jumat pagi. Terimakasih banget sama temen temen yang udah sudi nolongin ngisiin KRS (Kartu Rencana Studi) gue, karna pada waktu yang ditetapkan gue masih terombang ambing di Bus pulang. hahaha (Maaci Ramah dan Nisa) hehehe.

Jumat malam gue dapat kabar kalau Padang Panjang banjir besar, dan jalan yang gue lalui tadi siang, untuk balik ke Bukittinggi nggak bisa dilewati. Seandainya gue nggak dapat bus pada waktu itu, dan gue undur pulang sehari, mungkin gue bakalan terlantar di bus.

Nah, satu yang masih gue bingungkan, yaitu International city. Saat gue tau kalau Palembang itu slogannya International City. Waktu ada yang ngasih tau slogan itu, gue malah ketawa, ALASANNYA APA? Gue kira yang bilang itu becanda aja. Ternyata setelah liat beberapa Bus Trans Musi dan menyelidiki sudut sudut sekitar Ampera, gue menemukan banyak tulisan "Palembang, International city." Kalau ada yang mau jelasin alasannya gue akan sangat berterimakasih karena sampai saat ini gue masih belum tau kenapa sampai jadi International city.

Tapi kalau diliat fasilitas dan pencapaian Palembang, boleh deh disebut International city. Kesimpulannya, gue senang bisa ke Palembang walau banyak yang wanti-wanti "Kalau ke Palembang hati-hati barang bawaan". Memang keamanannya masih belum bisa dibilang aman. Terus, kabutnya bikin nyesek. hahaha

TAPIIIIII, MAKANANNYA BIKIN NYESEKNYA ILANG. Pindang, Model, Tekwan, Mpek-mpek. Kudu cobain mereka kalau ke Palembang, yang asli Palembang rasanya beda lho. ;)

At the end,  gue mau ucapin Big Thanks, terimakasih banyak banyak banyak untuk Bellod dan keluarga besar Bellod di Palembang yang udah sudi gue repotin selama di Palembang. Hahaha Makasih etek, oom, uni, adiak, apa, ama :) 

Makasih teman seperjalanan yang kayaknya banyak dapet apes selama di Palembang. hahaha Colek Yunca :D

Next time, pengen ke Palembang lagi. Pengen ngerepotin lagi. hahahaha #siap-siap dilarang ke Palembang. haha :D